Fekusa & : Mental https://fekusa.my.id/rss/category/mental Fekusa & : Mental id Copyright 2022 Fekusa & All Rights Reserved. Mengapa saya belibet saat berbicara ? https://fekusa.my.id/mengapa-saya-belibet-saat-berbicara https://fekusa.my.id/mengapa-saya-belibet-saat-berbicara Saya adalah orang yang suka belibet saat bicara. Di saat saya masih sekolah, saya tidak merasakan bahwa kemampuan bicara itu penting. Saya hanya belajar, mendapatkan nilai bagus, bermain bersama teman-teman, menjadi secret admirer kakak tingkat. hehehe:)
Saya baru menyadari bahwa skill bicara itu penting ketika saya sudah duduk di bangku kuliah. Saya mengikuti beberapa organisasi di kampus. Saya banyak menemui kesulitan saat saya awal-awal masuk organisasi. Saya yang notabane anak pendiam, tiba-tiba harus menjadi MC di sebuah kegiatan. Itu saya mau nangis dan pengen mundur dari kepanitiaan. Tapi ada rasa malu jika saya tidak bisa melakukannya. Pada akhirnya saya minta bantuan senior untuk menyusun teks MC dan susunan acara. 

Tidak berhenti disitu, mengikuti organisasi berarti mau untuk berkembang. Tidak berhenti pada satu titik saja. Di tahun kedua saya menjadi ketua panitia sebuah event. Lagi-lagi nyali saya ciut. Saya harus berhadapan dengan banyak orang dan melakukan negoisasi padahal saya sendiri tidak jago dalam bidang komunikasi. 

Hal tersebut membuat saya stres dan overthinking. Apakah saya menyerah ? Tidak. Saya memang insecure dan tidak percaya diri. Tapi teman-teman saya menyemangati agar tidak menyerah. Mereka menjanjikan saya, bahwa akan membantu saya setiap saat. Alhasil semua bisa saya lewati dan terlaksana dengan sukses. Meskipun tidak berjalan mulus banget, hehehee.

Ada rasa bangga karena saya bisa melalui masa-masa sulit tetapi juga merasa tidak puas atas kinerja saya. Ada beberapa hal yang mempengaruhi cara bicara saya yang belibet. Kurangnya sosialisasi dengan lingkungan sekitar. Kedua orang tua saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja. Sejak kecil saya di rumah bersama nenek. Ibu sering lembur kerja hingga malam. Saya lebih suka menonton televisi di rumah daripada bermain dengan teman sebaya.

Nah, bagaimana cara kita mengtasi agar cara berbicara kita tidak belibet ? Yak, Berlatih. Kita bisa berlatih bicara di depan kaca. Mulailah dengan mencari referensi dan menulis terlbih dahulu apa yang ingin disampaikan. Agar apa yang kamu sampaikan bisa tersampaikan dengan baik. 

Belajarlah menulis apa yang terjadi setelah seharian beraktifitas. Mulai dari kamu bangun sampai tertidur kembali. Hal yang sederhana. Aktivitas menulis melibatkan kita dalam menyusun pikiran, dan pikiran yang teratur membantu kita berkomunikasi dengan teratur. Ketika pikiran sudah terstruktur, kita dapat menambah beberapa humor agar tidak terlalu kaku. 

Teruslah belajar.
Kita bukan tidak bisa, tapi kita belum terbiasa. Semangat :)

Image : https://i.pinimg.com/564x/4a/e5/95/4ae595baa05dc669d270f93684944969.jpg

]]>
Thu, 23 Nov 2023 11:42:54 +0700 Beruang malu
Mengurai Gaslighting dalam Hubungan https://fekusa.my.id/bahaya-gaslighting https://fekusa.my.id/bahaya-gaslighting Gaslighting adalah bentuk psikologis yang bertujuan membuat seseorang meragukan kewarasan atau persepsinya sendiri. Istilah ini berasal dari sebuah film tahun 1944 yang berjudul "Gaslight," di mana karakter utama mencoba membuat istrinya meragukan kewarasan dirinya sendiri dengan mengubah lingkungan sekitarnya dan kemudian berpura-pura bahwa perubahan tersebut tidak terjadi. Dalam konteks hubungan interpersonal, gaslighting dapat terjadi ketika seseorang dengan sengaja menciptakan kebingungan, keraguan, atau membujuk dalam pikiran orang lain untuk mendapatkan kekuasaan atau kontrol. Taktik gaslighting dapat mencakup pengingkaran fakta, penyampaian informasi palsu, atau menciptakan situasi yang membingungkan.

Pada dasarnya gaslighting mempermainkan emosi seseorang. Ini terjadi pada begitu banyak orang dan kebanyakan orang bahkan tidak menyadarinya karena berada pada tingkat bawah sadar. Ini sangat menakutkan dan ini adalah masalah yang perlu dibicarakan.

Contoh percakapan gaslighting sepasang kekasih dalam hubungan:

Lisa: Ryan, aku merasa sedikit khawatir belakangan ini. Apa kita bisa bicara serius?

Ryan: (mengangkat sebelah alis) Tentu, Lisa. Apa yang membuatmu khawatir?

Lisa: Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres dalam hubungan kita, seperti ada ketidakjelasan.

Ryan: (menyipitkan mata) Maaf, aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan. Kita selalu baik-baik saja, kan?

Lisa: (memandangnya bingung) Nah, itu dia yang membuatku bingung. Kadang-kadang aku merasa seperti aku tidak tahu apa-apa lagi.

Ryan: (menggeleng) Mungkin kamu terlalu sensitif. Aku pikir kamu terlalu banyak memikirkan hal-hal yang tidak perlu.

Lisa: (memasang senyum cemas) Mungkin saja, tapi aku hanya ingin kita jujur satu sama lain.

Ryan: (menggumam) Jujur? Aku selalu jujur padamu. Tapi terkadang kamu terlalu paranoid.

Lisa: (menggigit bibir) Aku hanya mencoba mengungkapkan perasaanku. Ini bukan tentang mempercayaimu.

Ryan: (mengedipkan mata) Mungkin kamu hanya tidak bisa menghargai semua yang sudah aku lakukan untukmu.

Lisa: (menggeleng) Bukan itu masalahnya. Aku hanya ingin kita berdua merasa aman dalam hubungan ini.

Ryan: (memandangnya tajam) Lisa, mungkin kamu yang perlu mengubah perspektifmu. Aku tidak tahu kenapa kamu selalu mencari-cari masalah.

Lisa: (menangis) Aku tidak mencari masalah. Aku hanya ingin kita saling mendukung.

Ryan: (menghela napas) Kamu selalu membuat semuanya rumit. Aku capek.

Lisa: (mengangkat wajahnya) Maafkan aku jika aku membuatmu merasa seperti itu. Aku hanya ingin kita bisa bicara terbuka.

Ryan: (berdiri) Aku butuh waktu sendiri. Aku capek mendengarkan keluhanmu.

Ryan pergi meninggalkan Lisa yang terdiam di meja kafe, merasa semakin terpuruk dan bingung.


Dalam skenario ini, Ryan menggunakan gaslighting untuk merendahkan perasaan dan persepsi Lisa. Ia mencoba membuat Lisa merasa seperti yang dia rasakan tidak benar, padahal sebenarnya Lisa hanya ingin memperbaiki komunikasi dan keberlanjutan hubungan mereka. Gaslighting dapat membuat korban merasa terisolasi dan meragukan kewarasannya sendiri.

Cara untuk menghadapi orang orang yang gaslighting diantaranya :

  1. Mendekatkan diri kepada Tuhan
  2. Perbanyak teman dan memperluas jaringan pertemanan. Jika kita terus menerus berteman dengan orang yang gasloghting kita akan kehilangan diri kita, merasa diri ini paling bodoh, selalu salah, tidak bisa berkembang. Karena kita di doktrin oleh pengaruh pengaruh buruk. 
  3. Sebisa mungkin menghindari orang-orang yang gaslighting. Tegas dengan dirimu sendiri untuk menolak ajakan pergi. 

Sumber : https://pin.it/6UZuPfo

]]>
Fri, 17 Nov 2023 22:14:12 +0700 Beruang malu
Ngenalin Diri Sendiri: Gak Ribet Kok! https://fekusa.my.id/ngenalin-diri-sendiri-gak-ribet-kok https://fekusa.my.id/ngenalin-diri-sendiri-gak-ribet-kok Nggak ada patokan pasti kapan manusia bisa ngenalin dirinya sendiri. Tapi, banyak orang bilang, waktu kita remaja sampe awal dewasa (usia 12-25 tahun), suka bingung nyari jati diri. Ini masa di mana kita coba-coba, eksplorasi, dan ngalamin banyak perubahan.

Lagi-lagi, ini enggak berlaku buat semua orang, sih. Ada yang mungkin udah lebih cepet nangkep siapa dirinya, ada juga yang butuh lebih lama. Tapi, yang pasti, hidup ini kayak petualangan. Kadang kita harus jalan-jalan dulu buat ngedapetin jawaban soal diri kita.

Jangan dibikin pusing banget, ya. Semua orang pada akhirnya nemu jawabannya, meskipun butuh waktu. Yang penting, nikmatin aja prosesnya, dan jangan takut buat tumbuh dan berkembang. Aku tau, mengenali diri sendiri tuh enggak gampang kayak nyari wifi gratisan. Tapi, jangan galau, deh. Aku bakal kasih tau cara ngenalin diri kamu sendiri. Jadi, siap-siap buat jadi master kehidupan kamu sendiri!

1. Tanya Sama Diri Sendiri

Gampang banget, deh! Kamu bisa mulai dari nanya sama diri kamu sendiri. Coba deh, nanya beginian: "Aku tuh suka apa sih? Ada hal yang bisa bikin aku seneng atau bete gak jelas?" Jangan pelit jawab, ya! Ini waktu kamu untuk jadi detektif diri sendiri.

2. Cek Beneran, Gak?

Ga perlu gengsi. Kadang kita bisa aja gamau ngeliat yang emang udah ada di depan mata. Coba deh, tanya temen atau keluarga kamu. Minta pendapat mereka tentang diri kamu. Siapa tau, kamu bakal kaget sama jawaban mereka. Enggak apa-apa, sih! Kita kan manusia, bisa tumbuh dan berkembang.

3. Nge-Test Diri Kamu di Berbagai Situasi 

Kamu tau diri kamu beneran kalo kamu udah diuji dalam berbagai situasi. Gimana kamu ngadepin stress? Atau pas lagi seneng, gimana sikap kamu? Nah, dari situ kamu bisa nangkep sifat asli kamu. Jadi, nggak usah takut dicoba-coba, hidup kan penuh petualangan!

4. Nulis Jurnal, Biar Makin Keren

Nge-jurnal itu enggak cuma buat yang lagi galau, loh! Jadi, mulai deh nulis apa aja yang kamu rasain setiap hari. Bisa cerita, curhat, atau ngasih catatan tentang kehidupan kamu. Pas kamu baca lagi, kamu bakal ngelewatin apa aja dan makin kenal sama diri kamu sendiri.

5. Coba Tes Kepribadian Buat Zaman Now

Kamu bisa coba tes kepribadian yang lagi hits sekarang. Bukan buat gaya-gayaan aja, tapi bisa nambah pemahaman kamu tentang diri kamu. Ada yang suka MBTI, Big Five, atau yang lainnya. Tapi, inget ya, ini cuma alat bantu aja. Jangan dijadiin patokan beneran hidup kamu.

6. Gak Usah Gengsi Diskusi sama Orang Pinter

Kalo kamu bener-bener bingung sama diri kamu sendiri, gak ada salahnya kok minta saran sama orang yang lebih ngerti. Bisa psikolog, konselor, atau yang emang jago di bidang ini. Mereka bisa bantu kamu ngeliat sisi diri kamu yang mungkin belum kamu sadari.

7. Terima Perubahan 

Terakhir, jangan takut sama perubahan. Manusia kan makhluk sosial yang terus berkembang. Jadi, kalo kamu nemu sisi diri kamu yang baru, terima aja dengan tangan terbuka. Hidup itu penuh warna, dan kamu punya peran buat ngecatnya sendiri!

Jadi, gak usah bingung lagi, deh! Ngenalin diri sendiri itu nggak mesti ribet. Kamu bisa santai sambil nikmatin prosesnya. Setuju, kan? Keep cool, gaes :)

Image : https://pin.it/5ebl7zy

]]>
Sat, 11 Nov 2023 21:04:41 +0700 Beruang malu
Sikap Perfeksionis Bisa Bikin Sakit Hati, Lho! https://fekusa.my.id/sikap-perfeksionis-bisa-bikin-sakit-hati-lho https://fekusa.my.id/sikap-perfeksionis-bisa-bikin-sakit-hati-lho

Sumber : https://i.pinimg.com/564x/c2/0a/9e/c20a9e1038802a44c7403aedd5dc03b8.jpg

Kamu pernah merasa terlalu ingin segala hal harus sempurna? Itu namanya perfeksionisme. Perfeksionis itu orang yang susah banget menerima kesalahan atau hal yang nggak sesuai dengan harapan mereka.

Nggak bisa dipungkiri, kadang-kadang perfeksionisme bisa bikin kita semangat buat melakukan yang terbaik. Tapi, kalau terlalu berlebihan, bisa bikin kita stres dan sedih, bahkan sampe depresi.

Salah satu hal yang bikin perfeksionisme jadi masalah adalah kita jadi nggak nyaman dengan kesalahan. Padahal, semua orang pasti pernah salah, kan? Nah, kalau kita nggak bisa terima kesalahan, kita jadi terlalu tegang dan takut buat coba hal-hal baru.

Di dunia kerja, seringkali ada tekanan buat hasil kerja harus banget sempurna. Tapi, apa bener sih hal ini selalu bagus?

Dalam pekerjaan, perfeksionisme bisa jadi peluang buat kasih hasil kerja terbaik. Tapi, kalau terlalu berlebihan, malah bikin stres, lho. Bisa jadi kita jadi takut buat mencoba hal-hal baru, takut salah, atau terlalu lama menyelesaikan satu tugas.

Perusahaan juga sering menuntut pekerja yang perfeksionis, yang selalu berusaha mencapai standar tinggi. Tapi, terkadang, ini bisa bikin kita lupa kalau setiap orang pasti punya batasannya sendiri. Kita nggak selalu bisa melakukan segalanya dengan sempurna.

Kamu ggak perlu takut, ada kok cara buat kita tetap bisa memberikan yang terbaik tanpa terlalu stres. Yuk, kita cari tahu gimana cara menghindari perfeksionisme yang bikin nggak sehat di tempat kerja.

  1. Tetapkan Standar yang Realistis: Ingatlah bahwa nggak ada yang sempurna. Setel standar yang bisa dicapai dan sesuai dengan kemampuan kamu.

  2. Buat Daftar Prioritas: Tentukan apa yang paling penting dan fokus pada itu. Jangan khawatirkan hal-hal kecil yang nggak terlalu berarti.

  3. Persetujuan dari Rekan Kerja: Tanyakan pendapat rekan kerja atau atasan kamu. Mereka bisa membantu kamu melihat proyek dari sudut pandang yang berbeda.

  4. Berani untuk Berhenti: Jika kamu merasa kamu sudah mencapai hasil yang baik, jangan takut untuk berhenti. Kamu nggak perlu terus-terusan menyempurnakan sesuatu yang sudah cukup baik.

  5. Jangan Terlalu Keras pada Diri Sendiri: Ingat, kamu juga manusia. Jangan terlalu keras pada diri sendiri kalau membuat kesalahan atau nggak bisa melakukan semuanya.
  6. Atur Waktu Istirahat: Beri diri kamu waktu untuk istirahat. Jangan terus bekerja tanpa henti. Istirahat membantu pikiran kamu tetap segar.
  7. Belajar dari Kesalahan: Kalau ada kesalahan, jangan terlalu khawatir. Gunakan kesalahan itu sebagai pelajaran untuk masa depan.

Perfeksionisme yang nggak sehat bisa membuat kerjaan jadi sulit dan bikin stres. Dengan mengikuti tips di atas, kamu bisa menghindari jebakan ini dan tetap produktif tanpa harus selalu ingin sempurna. Jangan lupa selalu bersyukur terhadap apa yang sudah kita capai. Ajaklah dirimu untuk berdamai dengan diri sendiri jika memang usahamu tidak mencapai target. Yuk, bisa yuk, Kamu nggak sendiri :)

]]>
Sun, 29 Oct 2023 05:40:31 +0700 Beruang malu
Mental Health https://fekusa.my.id/mental-health https://fekusa.my.id/mental-health Definisi kesehatan jiwa 
Peristiwa hidup yang berdampak signifikan pada sikap dan perilaku seseorang memengaruhi kesehatan mental. Peristiwa tersebut dapat berupa kekerasan dalam rumah tangga, penganiayaan anak, atau stres kronis. Jika kesehatan mental terganggu, gangguan mental atau penyakit mental terjadi. Gangguan jiwa dapat mengubah cara seseorang menangani stres, hubungan dengan orang lain, menentukan pilihan, dan memicu dorongan untuk menyakiti diri sendiri. Banyak jenis gangguan mental yang umum, termasuk depresi, gangguan bipolar, kecemasan, gangguan stres pasca-trauma (PTSD), gangguan obsesif-kompulsif (OCD), dan psikosis. Beberapa penyakit mental hanya muncul pada tipe orang tertentu, seperti depresi pascapersalinan, yang hanya menyerang wanita setelah melahirkan. Penyebab masalah kesehatan mental 
Beberapa penyebab umum gangguan jiwa antara lain: 
 
Cedera Kepala.
Genetik atau riwayat keluarga gangguan mental. Kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan lainnya.
Pelecehan anak atau riwayat pelecehan anak. Memiliki kelainan pada kimia otak atau gangguan otak.
Diskriminasi dan menghina. Melihat kematian atau kematian orang yang dicintai.
Mengalami kerugian sosial, seperti kemiskinan atau masalah utang. Merawat keluarga atau teman kronis.
Tidak ada pekerjaan, gangguan pekerjaan atau tunawisma. Efek zat beracun, alkohol atau obat-obatan dapat merusak otak.
Stres kronis memiliki durasi yang panjang. Isolasi sosial atau perasaan kesepian.
Tinggal di lingkungan yang buruk. Trauma yang signifikan, seperti pertempuran militer, kecelakaan serius, atau kejahatan di masa lalu.
Faktor risiko gangguan kesehatan mental 


Beberapa faktor risiko gangguan jiwa, antara lain: 
Wanita berisiko tinggi mengalami depresi dan kecemasan, sedangkan pria berisiko lebih tinggi mengalami penyalahgunaan zat dan menjadi antisosial. Wanita pasca melahirkan.
Memiliki masalah masa kecil atau kehidupan. Memiliki pekerjaan yang membuat stres, seperti dokter dan pengusaha.
Memiliki keluarga atau riwayat keluarga dengan penyakit mental. Memiliki kisah kelahiran memiliki efek negatif pada otak.
Memiliki riwayat penyakit mental. Mengalami kegagalan dalam hidup, seperti sekolah atau kehidupan profesional.
Penggunaan alkohol atau narkoba yang berlebihan. Gejala Gangguan Kesehatan Mental 
Gangguan jiwa atau gangguan jiwa dapat didahului oleh gejala-gejala berikut ini, antara lain: 
 
Berteriak atau berkelahi dengan keluarga dan teman Anda.
Delusi, paranoia atau halusinasi. Kehilangan konsentrasi.
Ketakutan, kecemasan atau rasa bersalah yang masih menyakitkan. Tidak dapat mengatasi stres atau masalah sehari-hari.
Kemarahan ekstrim dan kecenderungan kekerasan. Memiliki pengalaman dalam peringatan buruk yang tidak bisa dilupakan.
Punya ide untuk melukai diri sendiri atau melukai diri sendiri. Hindari orang dan aktivitas sehari-hari.
Mendengar suara atau mempercayai hal-hal yang tidak benar. Mengalami nyeri yang tidak dapat dijelaskan. 
Mengalami perubahan suasana hati drastis yang menyebabkan masalah dalam hubungan dengan orang lain. Perasaan bingung, pelupa, marah, marah, cemas, lelah, cemas dan takut.
Merasa sedih, putus asa, tidak berdaya, putus asa atau putus asa. Merokok, minum alkohol lebih banyak dari biasanya, atau bahkan menggunakan narkoba.
Perubahan dramatis dalam kebiasaan makan, seperti makan terlalu banyak atau terlalu sedikit. Perubahan libido.
Kelelahan parah, energi rendah atau sulit tidur. Tidak dapat dilakukan setiap hari sebagai merawat anak -anak atau bersekolah atau bekerja.
Tidak dapat memahami kondisi dan orang.

]]>
Fri, 13 Jan 2023 08:48:08 +0700 Author