Siapa pun yang membuka Google, entah itu melalui perangkat mobile atau PC, pasti akan disambut oleh gambar kapal Pinisi di muka halaman pencarian. Tepat pada hari Kamis, tanggal 7 Desember, Google merayakan keindahan kapal Pinisi dengan mengabadikannya sebagai Doodle.

Tahukah Anda mengapa kapal Pinisi diabadikan dalam Google Doodle? Semua kembali pada sejarahnya. Pada tanggal 7 Desember 2017, Kapal Pinisi Indonesia secara resmi diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO di Paris, Prancis. Keputusan tersebut menetapkan seni pembuatan kapal Pinisi dari Sulawesi Selatan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural of Humanity).

Lalu, apa yang membuat kapal Pinisi begitu istimewa sehingga diabadikan dalam Doodle Google hari ini? Menurut informasi dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), kapal Pinisi menjadi simbol yang mencerminkan keragaman budaya Indonesia.

Kapal Pinisi, dengan segala keunikan dan keelokannya, menjadi bagian penting dari identitas budaya Indonesia. Keputusan UNESCO untuk mengakui kapal ini sebagai warisan dunia menegaskan nilai-nilai luhur dan kekayaan tradisional yang dimiliki oleh negeri ini. Dalam sorotan Google Doodle, kapal Pinisi bukan hanya sekadar gambar, melainkan ungkapan kebanggaan atas kekayaan budaya Indonesia yang terus dijaga dan dilestarikan.

Menurut informasi dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), kapal Pinisi bukanlah barang baru di Indonesia. Sejarahnya sudah membentang sejak abad ke-1500-an. Pelaut-pelaut dari suku Konjo, Bugis, dan Mandar asal Sulawesi Selatan kerap memanfaatkannya sebagai alat pengangkut barang. Jika dulu kapal ini dipergunakan untuk keperluan perdagangan, kini banyak yang mengubahnya menjadi daya tarik utama dalam dunia pariwisata.

Daya tarik kapal Pinisi begitu mencolok di perairan. Keunikan ini terpancar dari penggunaan 7-8 layar, serta kehadiran dua tiang utama di bagian depan dan belakang kapal. Selain itu, kapal tradisional khas Indonesia ini juga dikenal karena bahan pembuatannya yang terbuat dari kayu. Ada empat jenis kayu yang umumnya digunakan, yakni kayu besi, kayu bitti, kayu kandole/punaga, dan kayu jati.

Proses pembuatan kapal Pinisi sendiri berpusat di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Tiga desa terkemuka yang terlibat dalam pembuatan ini adalah Desa Tana Beru, Bira, dan Batu Licin.